ASUHAN KEPERAWATAN VARISES VENA
By Ali Hamzah, SKp. MNS
A.
Pengertian.
Varises adalah vena normal yang
mengalami dilatasi akibat
pengaruh peningkatanan tekanan vena. Varises ini merupakan suatu
manifestasi yang dari sindrom
insufiensi vena dimana pada sindrom ini aliran darah dalam vena mengalami arah
aliran retrograde atau aliran balik menuju tungkai yang kemudian mengalami
kongesti.
Varises adalah pemanjangan, berkelok-kelok dan pembesaran
suatu vena. Vena varikosa ekstremitas bawah adalah kelainan yang sangat lazim,
yang mengenai 15-20 % populasi dewasa (Sabiston 1994). Varises vena adalah
distensi, dan bentuk berlekuk-lekuk dari
vena-vena superficial (safena) dari kaki (Engram B., 1999). Varises tungkai
bawah adalah pemanjangan, berkelok-kelok, pembesaran suatu vena superficial,
profunda dan kommmunikan pada titik Dodd (pertengahan paha), Byod (sebelah
medial lutut) dan gastronemicus (tempat keluarnya vana saphena parva)
Bentuk ringan dari insufisiensi vena
hanya menunjukkan keluhan berupa
perasaan yang tidak nyaman, menggangu atau penampilan secara kosmetik tidak enak, namun pada
penyakit vena berat dapat menyebabkan respon sistemuk berat yang dapat
menyebabkan kehilangan tungkai atau
berakibat kematian.
Keadaan insufisiensi vena kronis
akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan kronis kulit dan jaringan lunak
yang dimulai dengan bengkak ringan. Perjalanan sindrom ini akhirnya akan
menghasilkan perubahan warna kulit, dermatitis stasis, selulitis
kronis atau rekuren, infark kulit, ulkus, dan degenerasi ganas. Komplikasi
berat yang dapat muncul sebagai akibat dati insufisiensi vena dapat berupa
ulkus pada tungkai yang kronis dan sulit menyembuh, phlebitis berulang, dan
perdarahan yang berasal
varises, dan hal ini dapat diatasi dengan penanganan dan koreksi pada
insufisiensi vena itu sendiri.
Kematian dapat terjadi sebagai akibat
dari perdarahan yang bersumber dari varises vena friabel, tapi kematian yang
diakibat oleh varises vena paling dekat dih ubungkan dengan
adanya troboemboli vena sekunder. Pasien dengan varises vena mempunyai risiko
tinggi mengalami trobosis vena profunda
(deep vein thrombosis,DVT) karena menyebabkan gagguan aliran darah
menjadi aliran darah statis yang sering menyebabkan phlebitis superfisial
kemudian berlanjut
menjadi perforasi pembuluh darah vena termasuk pembluluh darah vena profunda. Pada
penatalaksaan penderita dengan varises vena perlu diperhatikan kemungkinan
adanya DVT karena adanya tromboemboli yang tidak diketahui dan tidak diterapi
akan meningkatkan terjadinya mortalitas sekitar 30-60%.
Varises vena baru mungkin dapat muncul
setelah adanya episode DVT yang tidak diketahui yang menyebabkan kerusakan pada
katup vena. Pada pasien ini adanya faktor risiko yang mendasari untuk terjadinya
tromboemboli dan memiliki risiko
tinggi untuk terjadi rekurensi.
B. INSIDENSI
- Riwayat keluarga bisa didapatkan dalam sekitar 15% klien.
- Kelainan ini lebih sering ditemukan pada wanita (rasio wanita terhadap pria 5:1), dengan banyak wanita menentukan bahwa saat mulainya varices terlihat dan simtomatik pada waktu kehamilan.
- Umur > 37 tahun pada wanita
- Obesitas > 115% dari BBR (Berat Badan Relatif)
- Orthostatik (berdiri lama)
C ETIOLOGI
Berbagai faktor intrinsik berupa
kondisi patologis dan ekstriksi yaitu faktorlingkungan bergabung menciptakan
spektrum yang luas dari penyakit vena. Penyebab
terbanyak dari varises vena adalah oleh karena peningkatan tekanan vena
superfisialis, namun pada beberapa penderita pembentukan varises vena ini
sudah terjadi saat lahir dimana sudah terjadi kelenahan pada dinding pembuluh
darah vena walaupun tidak adanya peningkatan tekanan vena. Pada pasien ini juga
didapatkan distensi abnormal vena di lengan dan tangan.
Herediter merupakan faktor penting
yang mendasari terjadinya kegagalan katup primer, namun faktor genetik spesifik yang bertanggung jawab
terhadap terjadi varises masih belum diketahui. Pada penderita yang memiliki
riwayat refluks pada safenofemoral junction (tempat dimana v. Safena Magna
bergabung dengan v. femoralis kommunis) akan memiliki risiko dua kali lipat.
Pada penderita kembar monozigot, sekitar 75 % kasus terjadi pada pasangan
kembarnya. angka prevalensi varises vena pada wanita sebesar 43 % sedangakan
pada laki-laki sebesar 19 %.
Keadaan tertentu seperti berdiri terlalu
lama akan memicu terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik dalam vena hal
ini akan menyebakan distensi vena kronis dan inkopetensi katup vena sekunder
dalam sistem vena superfisialis. Jika katup penghubung vena dalam dengan vena
superfisialis di bagian proksimal menjadi inkopeten, maka akan terjadi
perpindahan tekanan tinggi dalam vena dalam ke sistem vena superfisialis dan
kondisi ini secara progresif menjadi ireeversibel dalam waktu singkat.
Setiap orang khususnya wanita rentan menderita varises vena, hal ini
dikarenakan pada wanita secara periodik terjadi distensi dinding dan katup vena
akibat pengaruh peningkatan hormon progrestron. Kehamilan meningkatkan
kerentangan menderita varises karena pengaruh faktor hormonal dalam sirkulasi
yang dihubungkan dengan kehamilan. Hormon ini akan meningkatkan kemampuan
distensi dinding vena dan melunakkan daun katup vena. pada saat bersaan, vena
harus mengakomodasikan peningkatan volume darah sirkulasi. Pada akhir kehamilan
terjadi penekanan vena cava inferior akibat dari uterus yang membesar.
penekanan pada v. cava inferior selanjutnya akan menyebabkan hipertensi vena
dan distensi vena tungkai sekunder. berdasarkan mekanisme tersebut varises vena
pada kehamilan mungkin akan menghilang setelah proses kelahiran. pengobatan
pada varises yang sudah ada sebelum kehamilan akan menekan pembentukan varises
pada vena yang lain selama kehamilan.
Umur merupakan faktor risiko independen dari varises. Umur tua terjadi atropi
pada lamina elastis dari pembuluh darah vena dan terjadi degenerasi lapisan
otot polos meninggalkan kelemahan pada vena sehingga meningkatkan kerentanan
mengalami dilatasi.
Varises vena juga dapat terjadi apabila penekanan akibat adanya obstruksi.
Obstruksi akan menciptakan jalur baypass yang penting dalam aliran darah vena
ke sirkulasi sentral, maka dalam keadaan vena yang mengalami varises tidah
dianjurkan untuk di ablasi.
D. KLASIFIKASI
Vena varikosa diklasifikasikan (Sabiston 1994):
a. Vena varikosa primer, merupakan kelainan tersendiri vena superficial ekstremitas bawah
b. Vena varikosa sekunder, merupakan manifestasi insufisiensi vena profunda dan disertai dengan beberapa stigmata insufisiensi vena kronis, mencakp edema, perubahan kulit, dermatitis stasis dan ulserasi.
Vena varikosa diklasifikasikan (Sabiston 1994):
a. Vena varikosa primer, merupakan kelainan tersendiri vena superficial ekstremitas bawah
b. Vena varikosa sekunder, merupakan manifestasi insufisiensi vena profunda dan disertai dengan beberapa stigmata insufisiensi vena kronis, mencakp edema, perubahan kulit, dermatitis stasis dan ulserasi.
E. TANDA DAN GEJALA
·
Tegang, kram otot, sampai kelelahan
otot tungkai bawah.
·
Edema tumit dan rasa berat tungkai
dapat pula terjadi, sering terjadi kram di malam hari.
·
Terjadi peningkatankepekaan terhadap
cedera dan infeksi.
·
Apabila terjadi obstruksi vena dalam
pada varises, pasien akan menunjukkan tanda dan gejala insufisiensi vena
kronis; edema, nyeri, pigmentasi, dan ulserasi.
·
Gejala
subjektif biasanya lebih berat pada awal perjalanan penyakit, lebih ringan pada
pertengahan dan
menjadi berat lagi seiring berjalannya waktu.Gejala yang muncul umunya berupa
kaki terasa berat, nyeri atau kedengan sepanjang vena, gatal, rasa terbakar,
keram pada malam hari, edema, perubahan kulit dan kesemutan. Nyeri biasanya
tidak terlalu berat namun dirasakan terus-menerus dan memberat setelah berdiri
terlalu lama.
·
Nyeri yang
disebabkan oleh insufisiensi vena membaik bila beraktifitas seperti berjalan
atau dengan mengangkat tungkai, sebaliknya nyeri pada insufisiensi arteri akan
bertambah berat bila berjalan dan tungkai diangkat.
F.
PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal katup vena bekerja
satu arah dalam mengalirkan darah vena naik keatas dan masuk kedalam. Pertama darah dikumpulkan dalam
kapiler vena superfisialis kemudian dialirkan ke pembuluh vena yang lebih besar, akhirnya melewati katup vena ke
vena profunda yang kemudian ke sirkulasi sentral menuju jantung dan paru. Vena
superficial terletak suprafasial, sedangkan vena vena profunda terletak di
dalam fasia dan otot. Ven perforate mengijinkan adanya aliran darah dari ven
asuperfisial ke\ vena profunda.
Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan
darah naik keatas melawan gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot yang
menghasikan suatu mekanisme pompa otot. Pompa ini akan meningkatkan tekanan
dalam vena profunda sekitar 5 atm. Tekanan sebesar 5 atm tidak akan
menimbulakan distensi pada vena profunda dan selain itu karena vena profunda
terletak di dalam fasia yang mencegah distensi berlebihan. Tekanan dalam vena
superficial normalnya sangat rendah, apabila mendapat paparan tekanan tinggi
yang berlebihan akan menyebabkan distensi dan perunbahan bentuk menjadi
berkelok-kelok.
Keadaan lain yang meyebabkan vena berdilatasi dapat dilihat
pada pasien dengan dialisis shunt dan pada pasien dengan arterivena malformation
spontan. Pada pasien tersebut terjadi peningkatan tekanan dalam pembuluh darah
vena yang memberikan respon terhadap vena menjadi melebar dan berkelok-kelok.
Pada pasien dengan kelainan heresiter berupa kelemahan pada dinding pembuluh
darah vena, tekanan vena normal pada pasien ini akan menyebabkan distensi
venambuluh vena paling sering dan vena menjadi berkelok-kelok.
Peningkatan di dalam lumen paling sering disebabkan oleh
terjadinya insufisiensi vena dengan adanya refluks yang melewati katup vena
yang inkompeten baik terjadi pada vena profunda maupun pada vena superficial.
Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis juga dapat disesbabkan oleh
adanya obstruksi aliran darah vena. Penyebab obstruksi ini dapat oleh karena
thrombosis intravascular atau akibat adanya penekanan dari luar pembuluh darah.
Pada pasien dengan varises oleh karena obstruksi tidak boleh dilakukan ablasi
pada varisesnya karena segera menghilang setelah penyebab obstruksi
dihilangkan.
Kegagalan katup pada vena superfisal paling umum disebabkan
oleh karena peningkatan tekanan di dalam pembuluh darah oleh adanya
insufisiensi vena. Penyebab lain yang mungkin dapat memicu kegagalan katup vena
yaitu adanya trauma langsung pada vena adanya kelainan katup karena thrombosis.
Bila vena superficial ini terpapar dengan adanya tekanan tinggi dalam pembuluh
darah , pembuluh vena ini akan mengalami dilatsi yang kemudian terus membesar
sampai katup vena satu sama lain tidak dapat saling betemu.
Kegagalan pada satu katup vena akan memicu terjadinya
kegagalan pada katup-katup lainnya. Peningkatan tekanan yang berlebihan di
dalam system vena superfisial akan menyebabkan terjadinya dilatasi vena yang
bersifat local. Setelah beberapa katup vena mengalami kegagalan, fungsi vena
untuk mengalirkan darah ke atas dan ke vena profunda akan mengalami gangguan.
Tanpa adanya katup-katup fungsional, aliran darah vena akan mengalir karena
adanya gradient tekanan dan gravitasi.
Varises vena pada kehamilan paling sering disebabkan oleh
karena adanya perubahan hormonal yang menyebabkan dinding pembuluh darah dan
katupnya menjadi lebih lunak dan lentur, namun bila terbentuk bvarises selama
kehamilan hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menyingkir adanya
kemungkinan disebabkan oleh keadaan DVT akut.
Kerusakan yang terjadi akibat insufisiensi vena berhubungan
dengan tekanan vena dan volume darah vena yang melewati katup yang inkompeten.
Sayangnya penampilan dan ukuran dari varies yang terlihat tidak mencerminkan
keadaan volume atau tekanan vena yang sesungguhnya. Vena yang terletak dibawah
fasia atau terletak subkutan dapat mengangkut darah dalam jumlah besar tanpa
terlihat ke permukaan. Sebaliknya peningkatan tekanan tidak terlalu besar
akhirnya dapat menyebabkan dilatasi yang berlebihan.
Secara
diagram dapat dijelaskan sebagai berikut:
vena
ekstremitas bawah
kehilangan
kompetensi katup.
Distensi
terus-menerus dan lama
Pembesaran
dimensi tranversa dan longitudinal
(bertambah
volumenya, venoli-venolimakin besar sampai ke vena cava)
Berkelok-keloknya
vena subkutis yang khas
pembendungan
(vena superfisialis, vena profunda, system komunikan)
Gambaran
kosmetik dan simtomatik
Keterangan :
Distensi vena ekstremitas bawah
yang berdinding relative tipis secara berlebihan , terus-menerus dan lama,
menimbulkan pembesaran dimensi tranversa dan longitudinal. Pembesaran
longitudinal mengakibatkan berkelok-keloknya vena subkutis yang khas, distensi
transversa mengakibatkan pembendungan yang terlihat dan dapat dipalpasi yang
bertanggung jawab untuk gambaran kosmetik dan simtomatik. Patofisiologi vena
varikosa adalah kehilangan kompetensi katup.
G.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik system vena penuh
dengan kesulitan karena sebagian besar sistem vena profunda tidak dapat dilakukan
pemeriksaan langsung seperti inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Pada
sebagian besar area tubuh, pemeriksaan pada system vena superfisial harus
mencerminkan keadaan sistem vena profunda secara tidak langsung.
Pemeriksaan vena dapat dilakukan secara bertahap melalui inspeksi, palpasi,
perkusi, dan pemeriksaan menggunakan Doppler. Hasil pemeriksaan tersebut
nantinya dibuatkan peta mengenai gambaran keadaan vena yang di terjemahkan ke
dalam bentuk gambar. Gambar ini akan memberikan informasi mengenai
penatalaksaan selanjutnya.
a.
Inspeksi
Inspeksi tungkai dilakukan dari distal
ke proksimal dari depan ke belakang. Region perineum, pubis, dan dinding
abdomen juga dilakukan inspeksi. Pada inspeksi juga dapat dilihat adanya
ulserasi, telangiektasi, sianosis akral, eksema, brow spot, dermatitis,
angiomata, varises vena prominent, jaringan parut karena luka operasi, atau
riwayat injeksi sklerotan sebelumnya. Setiap lesi yang terlihat seharusnya
dilakukan pengukuran dan didokumentasikan berupa pencitraan. Vena normalnya
terlihat distensi hanya pada kaki dan pergelangan kaki. Pelebaran vena
superfisial yang terlihat pada region lainnya pada tungkai biasanya
merupakan suatu kelainan. Pada seseorang yang mempunyai kulit yang tipis vena
akan terlihat lebih jelas.
Stasis aliran darah vena yang bersifat kronis terutama jika berlokasi pada sisi
medial pergelangan kaki dan tungkai menunjukkan gejala seperti perubahan
struktur kulit. Ulkus dapat terjadi dan sulit untuk sembuh, bila ulkus
berlokasi pada sisi media tungkai maka hal ini disebabkan oleh adanya
insufusiensi vena. Insufisiensi arteri dan trauma akan menunjukkan gejala
berupa ulkus yang berloksi pada sisi lateral.
b.
Palpasi
Palapsi merupakan bagian penting pada
pemeriksaan vena. Seluruh permukaan kulit dilakukan palpasi dengan jari tangan
untuk mengetahui adanya dilatasi vena walaupun tidak terlihat ke permukaan
kulit. Palpasi membantu untuk menemukan keadaan vena yang normal dan abnormal.
Setelah dilakukan perabaan pada kulit, dapat diidentifikasi adanya kelainan
vena superfisial. Penekanan yang lebih dalam dapat dilakukan untuk mengetahui
keadaan vena profunda.
Palpasi diawali dari sisi permukaan anteromedial untuk
menilai keadaan SVM kemudian dilanjutkan pada sisi lateral diraba apakah ada
varises dari vena nonsafena yang merupakan cabang kolateral dari VSM,
selanjutnya dilakukan palpasi pada permukaan posterior untuk meinail keadaan
VSP. Selain pemeriksaan vena, dilakukan juga palpasi denyut arteri distal dan
proksimal untuk mengetahui adanya insufisiensi arteri dengan menghitung indeks
ankle-brachial. Nyeri pada saat palpasi kemungkinan adanya suatu penebalan,
pengerasan, thrombosis vena. Empat puluh persen DVT didapatkan pada palpasi
vena superfisialis yang mengalami thrombosis.
c. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui kedaan katup vena
superficial. Caranya dengan mengetok vena
bagian distal dan dirasakan adanya gelombang yang menjalar sepanjang vena di
bagian proksimal. Katup yang terbuka atau inkopeten pada pemeriksaan perkusi
akan dirasakan adanya gelombang tersebut.
1)
Manuver Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik
untuk membedakan antara aliran darah retrograde dengan aliran darah antegrade.
Aliran antergrade dalam system vena yang mengalami varises menunjukkan suatu
jalur bypass karena adanya obstruk si vena profunda. Hal ini penting karena apabila aliran
darah pada vena profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting untuk menjaga
volume aliran darah balik vena ke jantung sehingga tidak memerlukan terapi
pembedahan maupun skeroterapi.
Untuk melakukan manuver ini pertama
dipasang sebuah Penrose tourniquet atau diikat di bagian proksimal tungkai yang
mengalami varises. Pemasangan tourniquet ini bertujuan untuk menekan vena
superficial saja. Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil
menggerakkan pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif. Pada
keadaan normal aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang
mengalami varises menjadi berkurang, namun adanya obstruksi pada vena profunda
akan mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan distesi.
Perthes positif apabila varises menjadi
lebih lebar dan kemudian pasien diposisikan dengan tungkai diangkat (test
Linton) dengan tourniquet terpasang. Obstruksi pada vena profunda ditemukan
apabila setelah tungkai diangkat, vena yang melebar tidak dapat kembali ke
ukuran semula.
2)
Tes Trendelenburg
Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien
dengan refluks vena superficial dengan pasien dengan inkopetensi katup vena
profunda. Tes ini dilakukan dengan cara mengangkat tungkai dimana sebelumnya
dilakukan pengikatan pada paha sampai vena yang mengalami varises kolaps.
Kemudian pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan tetap tidak dilepaskan.
Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah kolaps tetap kolaps
atau melebar secara perlahan-lahan berarti adanya suatu inkopenten pada vena
superfisal, namun apabila vena tersebut terisi atau melebar dengan cepat
adannya inkopensi pada katup vena yang lebih tinggi atau adanya kelainan katup
lainnya.
3)
Auskultasi menggunakan Doppler
Pemeriksaan
menggunakan Doppler digunakan untuk mengetahui arah aliran darah vena yang
mengalmi varises, baik itu aliran retrograde, antegrade, atau aliran dari mana
atau ke mana. Probe dari dopple ini diletakkan pada vena kemudian dilakukan
penekanan pada vena disisi lainnya. Penekanan akan menyebabkan adanya aliran
sesuai dengan arah dari katup vena yang kemudian menyebabkan adanya perubahan
suara yang ditangkap oleh probe Doppler. Pelepasan dari penekanan vena tadi
akan menyebabkan aliran berlawanan arah akut. Normalnya bila katup berfungsi
normal tidak akan ada aliran berlawanan arah katup saat penekanan dilepaskan,
akhirnya tidak aka nada suara yang terdengar dari Doppler.
H.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium saat ini tidak bermanfaat dalam menegakkan diagnosis atau terapi
varises vena.
2) Pemeriksaan Imaging
Tujuan
dilakukannya pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi dan memetakan
seluruh area yang mengalami
obstruksi dan refluks dalam system vena superficial dan system vena profunda.
Pemeriksaan yang dapat dialkukan yaitu venografi dengan kontras, MRI, dan USG
color-flow dupleks. USG dupleks merupakan pemeriksaan imaging standar yang
digunakan untuk diagnosis sindrom insufisiensi vasirses dan untuk perencanaan
terapi serta pemetaan preoperasi. Color-flow USG (USG tripleks) digunakan untuk
mengetahui keadaan aliran darah dalam vena menggunakan pewarnaan yang berbeda. Pemeriksaan
yang paling sensitive dan spesifik yaitu menggunakan Magnetic Resonance
venography (MRV) digunakan untuk pemeriksaan kelainan pada sistem vena
profunda dan vena superficial pada tungkai bawah dan pelvis. MRV juga dapat
mengetahui adanya kelainan nonvaskuler yang menyebabkan nyeri dan edema pada
tungkai. Venografi dengan kontras merupakan teknik pemeriksaan invasive. Saat
ini venografi sudah mulai ditinggalkan dan digantikan dengan pemeriksaan USG
dupleks sebagai pemeriksaan rutin penyakit vena. Sekitar 15 % pasien yang
dilakukan pemeriksaan venografi ditemukan adanya DVT dan pembentukan trombosisi baru
setelah pemberian kontras.
I. PENATALAKSANAAN
MEDIK
1. Konservatif,
simtomatik dan nonoperatif :
- Menghindari berdiri dalam waktu yang lama
- penurunan berat badan dan aktivitas otot seperti berjalan
- Penggunaan kaos penyokong ringan yang nyaman, Pemasangan stocking elastis yang pas karena obliterasi vena superficial (vena safena mmana)
- Konservatif :
a.
Obat Venoruton (Gol hydroxyl Rutoside)
600 mg/hari minimal 2 minggu
b. Skleroterapi (tak dipakai lagi)
c.
Lokal antiphlogistikum (Zinc Zalf
(Pasta LAssar)
2. Operatif :
Terapi bedah :
- Stripping vena saphena (V. shapena magna, v. saphena psotrior, dan v, saphena parva) dengan menggunakan alat stripper (vena dikeluarkan)
- Ligasi VV kommunikans yaitu tempat-tempat di mana diperiksa ada kebocoran, diikat dan dipotong.
- Ekstraksi (Babcock) dengan sayatan kecil-kecil vena-vena yang berkelok dicabut keluar.Ligasi, Stripping dan Ekstraski Babcock.
3. Kombinasi
J. KOMPLIKASI
Komplikasi mencakup :
·
Trauma
pada nervus safenus dan suralis dengan diserta hiperestesia kulit
·
Pembentukan
hematoma subkutis dan kadang-kadang stripiing arteri tak sengaja
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
VASKULER : VARISES
I. Pengkajian Preoperasi
Pengkajian focus preoperative
meliputi :
a.
Identitas
Kelainan ini lebih sering ditemukan
pada wanita (rasio wanita terhadap pria 5:1), dengan banyak wanita menentukan
bahwa saat mulainya varices terlihat dan simtomatik pada waktu kehamilan.
b.
Alasan masuk rumah sakit
Kosmetik, gejala simtomatik lainnya
seperti : kelelahan dan sensasi berat, kram, nyeri , odema, Perdarahan
spontan/akibat trauma dan Hiperpigmentasi
c.
Riwayat penyakit
Profokatif, pemanjangan, berkelok-kelok dan
pembesaran suatu vena
KUlaitatif,
kuantitatif, semakin berat
Regio ekstremitas bawah (kedua kaki)
Severity, sakitnya mengganggu kosmetik dan aktivitas sehari-hari
(kelelahan dan sensasi berat, kram, nyeri , odema)
Time,
semakin hari semakin berat dan
bertambah besar
d.
Riwayat atau factor-faktor resiko :
1. kelemahan
congenital/tidak adanya katup
2. Pekerjaan
yang nmengharuskan berdiri/duduk dalam waktu lama tanpa kontrasi otot
intermettentrauma langsung ke katup vena perforantes
3. kehamilan
atau kelainan hormonal
4. riwayat
keluarga dengan varises vena
e.
Pemenuhan pola kebutuhan
sehari-hari :
1. Status
nutrisi
Secara langsung mempengaruhi respon
pada trauma pembedahan dan anestesi. Sebelumnya
perlu masukan karbohidrat dan protein untuk keseimbangan nitrogen negative. Puasa perlu
dipersiapkan 8 jam sebelum operasi.
2. Status
cairan dan elektrolit
Klien dengan ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit cendrung mengalami komplikasi syok, hipotensi, hipoksia
dan distritmia baik intraoperasi dan paska operasi.
f.
Pemeriksaan fisik
Status lokalis :
1. Dilatasi, lekuk-lekuk vena superfisialis pada kaki
2. Keluhan sakit dangkal, kelelahan, kram, dan kaki berat,
khsusnya setelah berdiri lama
3. pigmentasi kecoklatan pada kulit
4. bengkak, yang secara umum berkurang dengan peninggian
tungkai
g.Pengkajian Psikologis
1.
Persepsi
Perawat
bertanggung jawab untuk menentukan pemahaman klien tentang infomrasi (sifat
operasi, semua pilihan alternative, hasil yang diperkirakan dan kemungkinan
komplikasi), yang kemudian diberitahukan kepada ahli bedah apaakah diperlukan
informasi lebih banyak (Informed consent). Pengalaman pembedahan masa lalu
dapat meningkatkan kenyamanan fisik dan psikis serta mencegah komplikasi.
2.
Status emosi
Respon
klien, keluarga dan orang terdekat pada tindakan pembedahan tergantung
pengalaman masa lalu, strategi koping, system pendukung dan tingkat pembedahan.
Kebanyakan klien yang mengantisipasi mengalami pembedahan dengan anssietas dan
ketakutan.Ketidakpastian prosedur pembedahan menimbulkan ansietas, nyeri,
insisi dan imobilisasi.
h.
Pemeriksaan diagnostik
1. Venogram
menunjukkan lokasi pasti dari varises kedua vena superficial dan dalam.
2. Test perfthes (klien berdiri sampai vena varikosa
tampak dan digambar)
II.
Diagnosa
keperawatan
1. Praoperasi
:
- Kecemasan berhubungan dengan
kurangnya informasi dan pengalam tentang operasi infomrasi (sifat operasi,
semua pilihan alternative, hasil yang diperkirakan dan kemungkinan komplikasi),
2. Inoperasi
:
- Risiko
perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan efek sekunder dari ligasi
dan pemotongan vena
- Risiko
tinggi infeksi, hemorargi dan tromboplebitis berhubungan dengan efeks sekunder
ligasi dan pemotongan vena
3. Paskaoperasi
:
- Risiko
terhadap aspirasi berhubungan dengan somnolen dan peningkatan skeresi sekunder
intubasi
- NYeri
berhubungan dengan sekunder terhadap erauma pada jaringan dan saraf
III.
Perencanaan
1.
Praoperasi :
- Kecemasan berhubungan dengan
kurangnya informasi dan pengalaman tentang operasi infomrasi (sifat operasi,
semua pilihan alternative, hasil yang diperkirakan dan kemungkinan komplikasi),
Tujuan : Cemas berkurang
Kriteria :
- KLien dapat menyatakan rasa cemas dan masalahnya
- Klien tenang dan tidak gelisah
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Ciptakan
saling percaya
2. Dorong
pengungkapan masalah atau rasa cemas
3. jawab
pertanyaan yang berhubungan dengan penatalaksanaan keperawatan dan perawatan
medis
4. Selesaikan
persiapan pasien sebelum masuk ke kamar operasi
5. meminimalkan
keributan di lingkungan
6. Orientasikan
pada ruang operasi (ulangi informasi untuk memungkinkan penyerapan)
7. Pemantauan
psikologis klien
8. Tunjukkan
perhatian dan sikap mendukung
9. Beri
penjelasan singkat tentang prosedur operasi
10. Beri
reinforcement terhadap pernyataan yang positif dan mendukung
|
1. Dasar untuk menemukan dan pemcehan masalah.
2. Perasaan cemas yang diungkapakan pada orang yang
dipercaya akan memberikan dampak lega dan merasa aman.
3. Pertanyaan yang dijawab dan dimengerti akan mengurangi
rasa cemasnya.
4. Persiapan yang matang dapat menengkan suasana lingkungan
sebelum operasi.
5. Lingkungan rebut memuat stress.
6. Lingkungan yang dimengerti akan mendorong kenyamanan dan
keamanan klien.
7. Tingkat kecemasan intoleran akan mengganggu pelaksanaan
operasi dan anestesi.
8. Support system meningkatkan mekanisme koping klien dalam
menghadapi masalah.
9. Penjelasan tentang informaasi seputar bedah memberikan
informasi yang positif dan pengalaman persiapan diri dalam pembedahan.
10.
Reinforcement
meberikan dorongan system social untuk meningkatan koping mekanisme.
|
4. Intraoperasi
:
1) Risiko
perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan efek sekunder dari ligasi
dan pemotongan vena
Tujuan : Perfusi jaringan
normal/baik
Kriteria :
- Penurunan edema
- Ekstremitas hangat
- Nadi pedalis dapat diraba
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Pantau
status neurovaskuler setiap 15 menit
2. Observasi
tanda-tanda vital
3. Balance
cairan
4. pantau
saturasi oksigen pada jaringan perifer
|
1. Pencatatan perdarahan selama operasi < 250 cc, pulsasi
nadi pedalis merupakan data pendukung tentang perfusi jaringan masih baik.
2. Salah satu tanda penurunan pefusi jairngan menurun adalah
tensi menurun, suhu akral dingin dan nadi meningkat.
3. CAiran masuk dan perdarahan serta output lainnya perlu
diperhiutngkan untuk memenuhi kebutuhan balance cairan
4. Saturasi oksiegen > 95% menunjukkan perfusi jaringan
perifer masih baik.
|
2)
Risiko
tinggi infeksi, hemorargi dan tromboplebitis berhubungan dengan efeks sekunder
ligasi dan pemotongan vena
Tujuan : infeksi tidak terjadi
- perdarahan dirawat
- lapangan operasi bersih
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Persiapan operasi secara seaseptik dan antiseptic
2. Dasar doek operasi dilandasi dengan perlak, plastic atau
bahan lain yang kedap air
3. Perwatan darah (kasa steril/penyedot cairan atau darah)
4. Tambahkan doek diatas doek yang penuh dengan perdarahan
|
1. Aseptik
merupakan cara untuk membuat ruang antikontminasi. Dan alat-alat bersih dan
tak terkontaminasi, sehingga pajangan infeksi minimal.
2. Darah
dan rembsean darah merupakan media yang paling baik dalam perkembangan kuman
atau bakteri
3. Darah
bekas insisi, lligasi dibersihkan untuk mencegah perdarahan yang tercecer,
tromboplebitis.
4. Penambahan
doek untuk mencegah infeksi atau kontaminasi.
|
5. Paskaoperasi
:
1)
Risiko terhadap aspirasi berhubungan dengan somnolen dan
peningkatan skeresi sekunder intubasi
Tujuan : tidak terjadi aspirasi
Kriteria :
- Jalan nafas lancar
- Tidak ada tanda-tanda syok
- Sekresi tidak ada
- Tanda-tanda vital normal (tensi 130/80, nadi 88 kali/menit,
RR 16-20 kali/menit)
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Atur
posisi klien tanpa bantal, ekstensi dan miring kanan/kiri
2.
Kaji
ekstubasi jalan nafas dan aspirasi (muntahan atau lidakh tertekuk)
3.
Observasi
Tanda-tanda vital
4.
Bersihkan
jalan nafas dengan slem suction
5.
Oritentasi
klien dengan menggunakan observasi aldert.
|
|
2) Nyeri
berhubungan dengan sekunder terhadap trauma pada jaringan dan saraf bekas
operasi stripping
Tujuan : nyeri berkurang
Kriteria :
- Klien tenang dan tidak menyeringai
- Klien mengerti factor penyebabnya seperti yang telah
dijelaskan pada preoperasi
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
|
|
II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG LAIN
1. Nyeri b/d iskemia jaringan sekunder.
2. Gangguan citra tubuh b/d varises.
3. Gangguan mobilitas fisik b/d keterbatasan aktivitas akibat
nyeri.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan
kebutuhan metabolik.
5. Gangguan citra tubuh b/d varises.
III.
INTERVENSI
a. nyeri b/d
iskemia jaringan sekunder.
Tujuan : nyeri hilang atau
terkontrol.
Intervensi :
1) Kaji derajat nyeri. Catat perilaku melindungi ekstremitas.
R/ Derajat nyeri secara langsung berhubungan dengan luasnya kekurangan sirkulasi, proses inflamasi.
2) Pertahankan tirah baring selama fase akut.
R/ Menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan kontraksi otot dan gerakan.
3) Tinggikan ekstremitas yang sakit.
R/ Mendorong aliran balik vena untuk memudahkan sirkulasi, menurunkan pembentukan statis
4) Dorong pasien untuk sering mengubah posisi.
R/ Menurunkan/mencegah kelemahan otot, membantu meminimalkan spasme otot.
5) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
R/ Mengurangi nyeri dan menurunkan ketegangan otot.
1) Kaji derajat nyeri. Catat perilaku melindungi ekstremitas.
R/ Derajat nyeri secara langsung berhubungan dengan luasnya kekurangan sirkulasi, proses inflamasi.
2) Pertahankan tirah baring selama fase akut.
R/ Menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan kontraksi otot dan gerakan.
3) Tinggikan ekstremitas yang sakit.
R/ Mendorong aliran balik vena untuk memudahkan sirkulasi, menurunkan pembentukan statis
4) Dorong pasien untuk sering mengubah posisi.
R/ Menurunkan/mencegah kelemahan otot, membantu meminimalkan spasme otot.
5) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
R/ Mengurangi nyeri dan menurunkan ketegangan otot.
b. Gangguan
integritas kulit b/d insufisiensi vaskular.
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit.
Intervensi :
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit.
Intervensi :
1.Kaji
integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat lokal,
eritema, ekskoriasi.
R/ Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
2. Kaji ekstremitas untuk penonjolan vena yang jelas.
R/ Distensi vena superfisial dapat terjadi pada TVD karena aliran balik melalui vena percabangan.
3. Ubah posisi secara periodik dan hindari pemijatan pada ekstremitas yang sakit.
R/ Meningkatkan sirkulasi, pemijatan potensial memecahkan/ menyebarkan trombus sehingga menyebabkan embolus.
4. Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif.
R/ Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
5. Lakukan kompres hangat, basah atau panas pada ekstremitas yang sakit bila diindikasikan.
R/ Meningkatkan vasodilatasi dan aliran balik vena dan perbaikan edema lokal.
R/ Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
2. Kaji ekstremitas untuk penonjolan vena yang jelas.
R/ Distensi vena superfisial dapat terjadi pada TVD karena aliran balik melalui vena percabangan.
3. Ubah posisi secara periodik dan hindari pemijatan pada ekstremitas yang sakit.
R/ Meningkatkan sirkulasi, pemijatan potensial memecahkan/ menyebarkan trombus sehingga menyebabkan embolus.
4. Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif.
R/ Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
5. Lakukan kompres hangat, basah atau panas pada ekstremitas yang sakit bila diindikasikan.
R/ Meningkatkan vasodilatasi dan aliran balik vena dan perbaikan edema lokal.
c.
Gangguan
mobilitas fisik b/d keterbatasan aktivitas akibat nyeri.
Tujuan : Menunjukkan
teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
Intervensi :
1) Pertahankan posisi tubuh yang tepat.
R/ Meningkatkan stabilitas jaringan (mengurangi risiko cedera), posisi fungsional pada ekstremitas.
2) Perhatikan sirkulasi, gerakan, dan sensasi secara sering.
R/ Edema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas sehingga potensial terjadinya nekrosis jaringan.
3) Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif.
R/ Meningkatkan pemeliharaan fungsi jaringan
4) Jadwalkan aktivitas dan perawatan untuk memberikan periode istirahat yang tidak terganggu.
R/ Mencegah kelelahan, mempertahankan kekuatan dan toleransi pasien terhadap aktivitas.
5) Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat pada latihan rentang gerak.
R/ Memampukan keluarga/orang terdekat untuk aktif dalam perawatan pasien dan memberikan terapi lebih konsisten.
Intervensi :
1) Pertahankan posisi tubuh yang tepat.
R/ Meningkatkan stabilitas jaringan (mengurangi risiko cedera), posisi fungsional pada ekstremitas.
2) Perhatikan sirkulasi, gerakan, dan sensasi secara sering.
R/ Edema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas sehingga potensial terjadinya nekrosis jaringan.
3) Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif.
R/ Meningkatkan pemeliharaan fungsi jaringan
4) Jadwalkan aktivitas dan perawatan untuk memberikan periode istirahat yang tidak terganggu.
R/ Mencegah kelelahan, mempertahankan kekuatan dan toleransi pasien terhadap aktivitas.
5) Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat pada latihan rentang gerak.
R/ Memampukan keluarga/orang terdekat untuk aktif dalam perawatan pasien dan memberikan terapi lebih konsisten.
d.
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan.
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nutrisi dengan seksama.
R/ Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan untuk membantu memilih intervensi.
2) Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering dan makanan yang menarik untuk pasien.
R/ Tindakan ini dapat meningkatkan masukan dan memerlukan lebih sedikit energi.
3) Berikan diet tinggi kalori/protein dengan tambahan vitamin.
R/ Membantu memenuhi kebutuhan metabolisme, mempertahankan berat badan dan regenerasi jaringan.
4) Anjurkan pembatasan aktivitas selama fase akut.
R/ Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.
5) Konsul dengan ahli diet.
R/ Membantu mengkaji kebutuhan nutrisi pasien dalam perubahan pencernaan dan fungsi usus.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan.
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nutrisi dengan seksama.
R/ Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan untuk membantu memilih intervensi.
2) Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering dan makanan yang menarik untuk pasien.
R/ Tindakan ini dapat meningkatkan masukan dan memerlukan lebih sedikit energi.
3) Berikan diet tinggi kalori/protein dengan tambahan vitamin.
R/ Membantu memenuhi kebutuhan metabolisme, mempertahankan berat badan dan regenerasi jaringan.
4) Anjurkan pembatasan aktivitas selama fase akut.
R/ Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.
5) Konsul dengan ahli diet.
R/ Membantu mengkaji kebutuhan nutrisi pasien dalam perubahan pencernaan dan fungsi usus.
e. Gangguan citra tubuh b/d varises.
Tujuan : Peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit.
Intervensi :
1) Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan.
R/ Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung.
2) Diskusikan persepsi pasien mengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan.
R/ Isyarat verbal/nonverbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya.
3) Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan.
R/ Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi.
4) Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan tubuh/perubahan.
R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptif, membutuhkan intervensi lebih lanjut/dukungan psikologis.
5) Susun batasan pada perilaku maladaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
R/ Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
6) Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas.
R/ Meningkatkan perasaan kompetensi/harga diri, mendorong kemandirian dan partisipasi dalam terapi.
IV.
EVALUASI
1. Nyeri hilang atau terkontrol.
2. Mempertahankan integritas kulit.
3. Menunjukkan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
4. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan
2. Mempertahankan integritas kulit.
3. Menunjukkan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
4. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan